Tentang Rumah Kreatif Suku Seni Riau

Diskusi Terpumpun: Membaca Dinamika Seni Kota (Urban Art) Di Pekanbaru

Bersamaan dengan serangkaian salah satu misi Suku Seni dalam membangun Ruang Arsip Seni Riau, melalui tema “Teroka Arsip Seni, Cipta Seni Arsip,” kini Suku Seni Riau menggelar Diskusi Terpumpun (FGD) yang menjadi persiapan dalam kegiatan Telusur Arsip Seni Kota (TAS-K) yang dilaksanakan di Studio Suku Seni bersama sejumlah panelis dari berbagai bidang terkait dengan dunia seni kota di Pekanbaru (24/01/25).

Setelah berkeliling menyusuri arsip kesenian di beberapa kabupaten yang ada di Riau pada kegiatan “Teroka Arsip Seni 5 Lokus,” diskusi terpumpun TAS-K merupakan tahap awal dari proses menghimpun pandangan dari sejumlah narasumber untuk melakukan pemetaan awal ihwal dinamika seni kota (urban art) di Pekanbaru.

Telusur Arsip Seni Kota (TAS-K) merupakan sub-program dari sebuah program utama yang bertajuk “Teroka Arsip Seni, Cipta Seni Arsip”. Sama halnya dengan “Teroka Arsip 5 Lokus” sub-program dari TAS-K ini juga meneroka dan menyusuri arsip seni dalam berbagai bentuk data seperti foto, klipping, video, poster dan lain sebagainya, dan dalam hal ini TAS-K berkegiatan di Kota Pekanbaru.

Pada pertemuan diskusi terpumpun (FGD) yang disambut langsung oleh Kepala Suku Seni, Marhalim Zaini, menjelaskan bahwa Seni Kota atau yang kerap disebut Urban Art, dalam dunia seni di Riau justru menjadi lokus yang sangat jarang tersentuh dalam perbincangan. Padahal, Pekanbaru sebagai sebuah kota besar, tentu menyimpan “kekayaan” seni tersendiri, dengan karakteristik struktur sosial dan kulturnya yang khas.

Melalui perbedaan dengan seni tradisi yang berkembang di kampung, untuk membaca dinamika seni kota (urban art)  di Pekanbaru, pada kegiatan TAS-K dipersiapkan beberapa langkah, salah satunya Diskusi Terpumpun (FGD) ini. Lalu setelah terhimpun pandangan dari narasumber, maka dilakukanlah perumusan dan pemetaan, untuk setelahnya dilanjutkan dengan telusur lapangan, dan dari hasil di lapangan selanjutnya dilakukan pemilahan, kurasi, hingga bisa dipamerkan.

Dengan dihadiri 9 panelis yang diantaranya, Syahyarwan Zam, Parlindungan Ravelino, Dea Gita, Fachrozi Amri, Weldi Syaputra, Cak Winda, Raj’i Dwi Santoso, Fedli Aziz, dan Irfan, semuanya berangkat dari berbagai bidang terkait seni kota yang ada di Pekanbaru.

Diskusi yang memakan waktu kurang lebih tiga jam ini, tercatat puluhan poin dari penyampaian narasumber yang hadir. Diantara poin-poin tersebut yakni terkait keterpinggiran pergerakan urban art Pekanbaru saat ini, adanya batas pemisah antara pelaku seni dengan pemerintah kota, kurangnya apresiasi terkait seni kota, pendidikan seni, hingga menjalar tentang fenomena-fenomena sosial, isu lingkungan dan isu-isu lainnya yang berkaitan erat dengan urban art itu sendiri.

Dan, meski banyaknya dinamika dan perkembangan tentang seni kota di Pekanbaru, harapannya, langkah awal menapaki pengarsipan di ruang-ruang sunyi, menghimpun sedikit demi sedikit, hingga semua arsip itu siap dipamerkan dan bisa memberikan inspirasi baru bagi pelaku seni yang ada di Riau, terutama generasi mendatang.