Tentang Rumah Kreatif Suku Seni Riau

Galeri Hang Nadim, Terobosan Dunia Seni Rupa

Marhalim Zaini (Kepala Suku Seni) sedang berbincang dengan salah seorang perupa Ade Greden

Di tengah ketidakjelasan fungsi dan pemanfaatan areal komplek Bandar Seni Raja Ali Haji, yang dulu telah dicanangkan sebagai art space atau ruang bermain para seniman, berbagai kegiatan seni tetap terus diselenggarakan secara swadaya. Antara lain pameran seni rupa yang digelar di sebuah ruang yang terletak di lantai dua sebuah anjungan Kabupaten Kampar yang kemudian mereka beri nama Galeri Hang Nadim.

Demi menjaga ekosistem dunia seni rupa Melayu di Riau, Galeri Hang Nadim kembali menghadirkan Pameran Seni Rupa pada 12 hingga 20 November 2022. Pameran Seni Rupa yang bertajuk “Jeda” itu dapat dimaknai sebagai tindakan untuk berhenti sejenak, lalu melanjutkan suatu pekerjaan hingga selesai. Bagi para seniman rupa yang berpameran, jeda dapat dimaknai sebagai waktu saat mereka harus sejenak berhenti berkarya dan menyaksikan karya-karya mereka di apresiasi oleh publik.

Pameran seni rupa untuk yang ke delapan kalinya ini merupakan bukti bagaimana upaya para seniman untuk saling rangkul dan tetap konsisten menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan untuk pembangunan seni rupa Melayu. Furqon Elwe, selaku kepala Galeri Hang

Nadim, menyebut karya-karya yang disuguhkan tersebut merupakan pembuka untuk hadirnya karya-karya lain di masa mendatang.

Tidak hanya sebatas melihat karya yang dipamerkan, pengunjung juga dapat berinteraksi langsung dengan para perupa, dan dipandu langsung oleh kurator pameran Fachrozi Amri, M.Sn. Interaksi langsung tersebut terdapat pada acara-acara pendamping yang diadakan setiap akhir pekan selama kurang lebih tiga minggu berlangsungnya pameran dan terbagi dalam tiga sesi yaitu 19, 20, dan 26 November 2022. Hal ini bertujuan memberikan sesuatu yang berbeda, menambah wawasan penikmat seni rupa.

Selain itu, digelar pula live sablon oleh salah seorang peserta pameran yang menekuni seni sablon yaitu Simo. Menggunakan media plat seng, para pengunjung yang ingin belajar dan mencoba dapat membawa kaos dan menyablon sendiri hanya dengan biaya Rp.15.000/sablon.

Begitu pameran dibuka pada 12 November 2022 pukul 20.00 WIB ratusan pengunjung yang rata-rata anak muda itu tampak antusias. Hal ini terlihat dari antrian panjang di depan pintu masuk karena kapasitas ruangan yang terbatas. Beberapa di antara mereka ada yang mengambil kesempatan itu untuk berfoto-foto di tangga masuk, karena para seniman grafiti telah menyulap tangga dengan cat aerosol sehingga menjadi latar foto yang estetik. Cukup hanya membayar tiket masuk Rp10.000 para pengunjung dapat menikmati berbagai bentuk karya rupa, mulai dari lukisan di atas kanvas, sketsa, maupun seni instalasi.

Pembukaan pameran tersebut dimeriahkan pula oleh dua performing art karya seniman-seniman Riau. Pertunjukan berjudul “Bedewo” dari seniman Angga Satria, Bd. Rauf, dan kawan-kawan berhasil mencuri perhatian para pengunjung dengan memadukan kesenian tradisi dan kontemporer. Selain itu juga terdapat performance art lainnya dengan judul Boduowang yang diambil dari bahasa daerah, dimainkan oleh dua seniman Taufiq Yendra Pratama dan Ade Antirender.

Pameran ini melibatkan sejumlah perupa, antara lain Acong, Bella Olivia, Evelyn Stevie, Jati Wahyono, Jefri Rahmat, Rizqon Khoir, Tasya Shafira, Zul Amri, dan lainnya. Gusmarian yang biasa dipanggil Acong adalah seorang seniman cungkil yang ikut berpartisipasi pada pameran seni rupa kali ini. Pria kelahiran tahun 1996 ini sudah terjun dalam dunia kesenian mulai tahun 2018 hingga sekarang dan mengikuti berbagai komunitas seni seperti Rumah

Budaya Sikukeluang dan Serempak.org. Karyanya berjudul “Bisik-bisik Tetangga” dibuat dengan Medium Density Fiber (MDF) berukuran 40x30cm. Teknik cukil kayu atau xylografi merupakan teknik paling lama dalam sejarah cetak. Melalui karyanya yang menampilkan simbol kapal ini, Acong ingin melontarkan kritik tentang bagaimana bias gender yang dikontruksikan oleh sosial atau budaya. “Laki-laki ini sama saja seperti perempuan, menggosip juga, menceritakan orang lain juga,” ujar Acong.

Papan pembukaan Pembukaan Pameran seni rupa Jeda

Karya lainnya yang cukup menarik adalah instalasi seni yang berjudul “Interval” oleh Ade Greden yang membawa nama Biro Visual Artistik. Karya ini menggunakan media campuran seperti lampu dan alat pengeras suara. Bermain dengan cahaya dan suara yang memberikan sensasi yang berbeda-beda kepada para pengunjung yang berdiri di tengah-tengah sebuah ruang persegi.

Karya Ade ini merupakan merepresentasikan peristiwa Covid-19 di mana ruang-ruang berjarak yang berusaha didekatkan dengan 299.792.458 m/detik teknologi cahaya di layar-layar led dan 343 m/detik suara yang mendarat di gendang telinga manusia. Jarak memberikan inteval

terhadap realitas yang terjadi dalam suatu himpunan kejadian dalam sejarah umat manusia. Konsep alat pengeras suara sendiri sebenarnya sama seperti saat kita menonton di bioskop, dimana speaker yang ditempatkan pada empat titik sudut siku-siku memberikan kesan audio yang mengelilingi orang didalamnya. Ade Antirender menjelaskan bahwa sebenarnya dengan kreatifitas kita mampu membuat bioskop sendiri di rumah. Ia juga menjelaskan pentingnya pekerjaan seni lintas bidang untuk saat ini dan di masa mendatang.

Instalasi “Interval” karya Ade Greden

Pengunjung yang sedang menikmati karya Pameran Seni Rupa Jeda

Menurut salah seorang pengunjung pameran, Arini, pameran seni rupa ini sudah lumayan bagus. Namun sebaiknya publikasi bisa lebih gencar lagi dilakukan, dan sarana prasarana mungkin perlu lebih diperbaiki, dan jumlah karya bisa ditambahkan lagi. “Tapi, saya senang bisa mengunjungi pameran seni rupa di Pekanbaru ini, yang sangat jarang dilakukan, disbanding misalnya di Jogja dan Bali,” ujar Arini sambil memotret sebuah lukisan yang berisi tulisan di atas media seng hitam, “jika kelapa sawit tahu di mana dia ditanam maka minyaknya akan berubah menjadi air mata.”

Keberadaan Galeri Hang Nadim, menjadi penting ketika galeri serupa yang menggelar pameran boleh dikata hampir tidak ada. Aktivitas pameran yang secara rutin digelar menunjukkan bahwa para perupa Riau cukup ramai dan produktif. Artinya mereka sangat membutuhkan lebih banyak ruang-ruang pameran yang dapat lebih mendekatkan karya mereka dengan publik. Selain itu, jika dilihat antusiasme pengunjung pameran yang cukup ramai, terutama para kaum milineal, dapat mengindikasikan bahwa apresiasi masyarakat terhadap dunia seni rupa juga tumbuh. “Menurut saya, Galeri Hang Nadim telah melakukan terobosan di dunia seni rupa Riau,” ujar Marhalim Zaini, salah seorang seniman, pengunjung pameran. (VSP)